Rabu, 15 Juni 2011

Studi Kasus Analisis Struktur Pasar Tepung Terigu Bogasari

Di Indonesia banyak sekali terdapat perusahan-perusahaan yang bergerak dalam bidang pangan, baik industri kecil, industri menengah, maupun perusahaan besar. Jenis industri pangan beraneka macam sehingga perusahaan berusaha menawarkan inovasi-inovasi baru demi menarik hati pelanggan. Kemajuan teknologi yang sangat pesat dimanfaatkan dalam pengolahan pangan, sehingga mampu memproduksi makanan dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang singkat. Selain itu, promosi yang dilakukan juga penting. Semua yang menyangkut dengan produk yang dihasilkan, tujuannya adalah demi memuaskan para pelanggan.
Tepung terigu merupakan bahan pangan yang banyak mengandung karbohidrat dan juga dapat dijadikan sebagai komoditi pengganti beras. Tepung terigu memiliki keistimewaan dibandingkan dengan jenis tepung lain. Gandum memiliki kandungan gluten, yaitu jenis protein yang yang membantu dalam proses pengembangan pada jenis makanan tertentu seperti roti. Selain diolah menjadi roti, tepung terigu dapat diolah menjadi beraneka ragam makanan tergantung jumlah protein yang terkandung dalam tepung terigu tersebut. . Tepung terigu dapat diterima disemua lapisan dunia, termasuk di Indonesia dibuktikan dengan terus meningkatnya jumlah permintaan tepung terigu dari tahun ke tahun. Permintaan tepung terigu di Indonesia hampir sebagian besar berasal dari industri, baik diolah menjadi roti, mie, pasta, dan lain-lain.
Salah satu perusahaan tepung terigu yang terkenal dan terbesar di Indonesia adalah PT. ISM Tbk. Bogasari Fluor Mills. Dimana memiliki pasokan bahan baku yang berlimpah dari berbagai manca negara, teknologi pengolahan yang modern, dan proses distribusi yang telah menyebar di seluruh Indonesia. Bogasari adalah produsen tepung terigu di Indonesia dengan kapasitas produksi sebesar 3,6 juta ton per tahun, terbesar di dunia dalam satu lokasi. Selama hampir tiga dekade, Bogasari telah melayani kebutuhan pangan masyarakat Indonesia dengan tiga merek tepung terigunya yang sudah dikenal luas yaitu Cakra Kembar, Kunci Biru dan Segitiga Biru. Ketiga jenis produk ini digunakan secara luas oleh industri mie, roti, biskuit; baik yang berskala besar dan kecil serta rumah tangga. Di samping itu, Bogasari juga menghasilkan produk sampingan (by product) berupa bran, pollard untuk koperasi dan industri makanan ternak, dan tepung industri untuk industri kayu lapis.  Dari hal tersebut, tepung terigu dengan merk Bogasari menjadi merk penguasa bagi produsen tepung terigu di Indonesia dan sering dikaitkan memonopoli dalam pemasokan produk tepung terigu di Indonesia.
Struktur pasar persaingan monopoli dapat didefinisikan sebagai struktur pasar atau industri dimana terdapat hanya seorang penjual saja.

Ciri-Ciri Pasar Monopoli
  1. Pasar monopoli adalah industri satu perusahaan. Artinya bahwa barang-barang atau jasa yang dihasilkan tidak dapat dibeli dari tempat lain. Para pembeli tidak punya pilihan lain, kalau mereka menginginkan barang tersebut, maka mereka harus membeli dari perusahaan tersebut, maka mereka harus membeli dari perusahaan tersebut. Para pembeli tidak dapat berbuat suatu apapun di dalam menentukan syrata jual beli.
  2.  Tidak mempunyai barang pengganti yang “mirip” Artinya barang yang dihasilkan perusahaan tidak dapat digantikan oleh barang lain yang ada dalam perekonomian, begitu pula dengan kegunaannya.
  3. Menguasai penentuan harga, Artinya karena perusahaan monopoli merupakan satu-satunya penjual didalam pasar, maka penentuan harga dapat dikuasai.
  4. Mempromosikan penjualan secara iklan kurang diperlukan artinya karena perusahaan monopoli merupakan satu-satunya perusahaan di dalam industri, ia tidak perlu melakukan promosi penjualan secara iklan.

Penetapan Harga Monopoli
Monopoli bisa terjadi karena perusahaan–perusahaan lain menganggap tidak menguntungkan untuk masuk pasar, atau memang terhalang (dihalang– halangi) masuk pasar. Halangan masuk pasar disebut dengan istilah Barriers to Entery. Halangan masuk pasar dibedakan atas tiga jenis, yaitu :
1. Alasan teknis (technical barriers to entery)
Ditinjau dari segi teknis, memang ada perusahaan yang bersifat memasuki suatu pasar tetapi terhambat secara teknis. Biasanya produksi untuk barang yang bersangkutan mencirikan biaya marjinal yang semakin menurun, dan level output yang memberikan biaya minimum sangat besar sekali. Debgan demikian teknologi produksi yang efisien adalah yang berskala besar saja, sedang yang beroperasi dengan skala kecil sangat tidak efektif. Modal yang dibutuhkan untuk menghasilkan jenis produksi ini biasanya sangat besar.
2. Karena alasan hukum atau undang – undang (legal barriers to entery)
Kebanyakan monopoli murni tercipta karena alasan hukum atau undang – undang, bukan karena alasan teknis atau ekonomis. Banyak monopoli yang diizinkan (dilindungi) dengan paten.
3. Menciptakan halangan masuk pasar
Secara umum halangan masuk pasar bisa dibedakan antara halangan yang bersifat eksternal dan internal. Ada pula contoh di atas yaitu halangan teknis dan hukum termasuk halangan yang sifatnya eksternal. Dan ada pula halangan yang diciptakan pemonopoli itu sendiri, misalnya dengan menciptakan produk – produk
atau teknik – teknik yang rumit dan menyusahkan. Teknik ini tidak sampai bocor
pada perusahaan pesaing.

Perusahaan Tepung Terigu Bogasari
PT. ISM Tbk. Bogasari Fluor Mills. Jakarta terletak di Jl. Raya Cilincing no.1, Tanjung Priok, Jakarta Utara 14110. Perusahaan ini meiliki luas lahan kurang lebih 33 ha, yang berbatasan sebelah utara PT. Dok Kojda, PT. Sarpindo dan laut Jawa, sebelah timur Jalan pelabuhan Sarpindo dan PT. Easterm Polyester, sebelah selatan Jalan Raya Cilincing, sebelah barat Kali Kersek dan Depo Pertamina. Lokasi pabrik Bogasari yang dekat dengan laut ini sangat strategis, sehingga dapat membangun dermaga sendiri yang memudahkan proses loading dan unloading, karena setelah loading gandum langsung dapat dimasukkan silo melalui jalur transfer yang telah tersedia. Demikian pula dengan proses unloading, pellet dapat langsung dimasukkan ke dalam kapal melalui jalur transfer

1.      Bahan baku
Bahan baku tepung terigu yang digunakan oleh PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills didatangkan dari negara lain seperti Kanada, Australia, Rusia, India, dan Amerika karena negara tersebut memiliki iklim yang cocok untuk tanaman gandum. Penanaman gandum di Indonesia dapat dilakukan namun menghasilkan tanaman gandum yang tidak sesuai dengan grade yang diharapkan untuk dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan tepung terigu yang berkulitas. Tepung terigu diproduksi dengan cara menggiling biji gandum dan mengecilkan ukuran endosperm menjadi ukuran yang sekecil mungkin.
Gandum yang dibeli oleh PT. ISM Bogasari Flour Mills diperoleh dari asosiasi pedagang biji gandum internasional sehinggga pembeliannya dilakukan dengan mata uang dollar Amerika. Pembelian biji gandum dilakukan untuk ketersediaan stok selama kurang lebih 3 bulan. setiap pendatangan gandum bisa mencapai kurang lebih 6000-8000 ton. Sistem pendatangan gandum dilakukan dengan menggunakan transportasi laut yaitu dengan menggunakan kapal dari negara pengekspor. Gandum yang berasal dari Negara-negara maju biasanya sudah dilengkapi dengan Certificate of Analyze (CAO) dan laporan pemeriksaan yang akan diterima oleh VP QPP/D kemudian dikirim kepada SVP Manufacturing untuk dilakukan verivikasi, dan juga untuk diarsipkan. Setelah itu SVP Manufacturing atau VP QPP&D akan melakukan peninjauan mutu gandum yang diterima secara teratur. Dengan demikian, gandum yang telah dibeli tidak akan menumpuk terlalu lama di silo gandum kerena jenis gandum dan jumlahnya sesuai perkiraan untuk menghasilkan tepung terigu sesuai jumlah permintaan pasar
2.      Produk Bogasari
Produk Utama
Produk utama yang dihasilkan PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills adalah tepung terugu. Hasil penggilingan gandum berupa 76% tepung terigu, 1,5% tepung industri, dan 22,5 berupa brand dan pollard. Bahan baku gandum diolah menjadi menjadi tepung terigu dan dikelompokkan menjadi beberapa jenis tepung berdasarkan kandungan proteinnya. Produk-produk utama yang dihasilkan PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills untuk pasaran domestik antara lain:
1. Cakra Kembar Emas
2. Cakra Kembar
3. Segitiga Biru
4. Kunci Biru
5. Kunci Emas
6. Lencana Merah
7. Piramida (Merupakan tepung terigu yang serbaguna, yang dapat digunakan untuk pembuatan mie dan flat bread yang tidak memerlukan pengembangan terlalu besar. Kandungan proteinnya 10%.)
8. Pena Kembar (Merupakan tepung terigu yang memiliki kandungan protein
    sedang, sebesar 12,5%-13%. Kegunannya untuk pembuatan mie.)
9. Kastil (Merupakan tepung terigu yang terbuat dari campuran hard wheat dan soft wheat. Memiliki kandungan protein yang sedang yaitu 12%. Tepung ini khusus dijual untuk industri makanan. Biasa digunakan untuk membuat roti dan baked product)
Produk Samping
Bagian gandum yang tidak terekstraksi menjadi tepung akan diolah menjadi pakan ternak, yaitu pellet dan diolah menjadi bahan lem dalam produksi kayu industri, yaitu industrial flour. Produk samping yang diproduksi oleh PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills adalah:
1. Brand (Bran adalah bagian kutit gandum yang bertekstur kasar dan memiliki kadar serat tinggi sehingga digunakan sebagai bahan campuran pembuatan roti berserat. Bran digunakan sebagai bahan ternak, dikemas dalam karung 25 kg dengan merk dagang “Cap Kepala Kuda”).
2. Pollard (Adalah bagian gandum yang terletak lebih dekat dengan  endosperm sehingga mutu proteinnya lebih baik jika dibandingkan dengan bran. Kadar seratnya tinggi dengan ukuran granulasinya lebih kecil daripada bran. Produk ini diminati oleh pabrik Feed Meal dan peternak sapi perah. Produk ini dikemas dengan karung berukuran 25 kg dengan merk dagang “Cap Angsa”).
3. Tepung industry (Tepung industri dihasilkan pada reduction process pada bagian roller. Tepung industri memiliki kandungan protein yang hampir sama dengan tepung terigu, perbedaanya terletak pada warnanya. Tepung industi memiliki warna kecokelatan karena memiliki kadar abu yang cukup tinggi. Tepung industri juga berasal dari proses sweeping, yaitu tepung yang jatuh dilantai dikumpulkan kembali untuk dibersihkan dan dipisahkan dari matetial-material yang tidak diinginkan. Tepung industri dikemas dalam karung berukuran 25 kg dengan merk dagang “Cap Anggrek”. Produk ini biasa digunakan sebagai bahan dasar lem dalam pembuatan kayu industri, selain itu juga dapat digunakan sebagai pakan ikan).
4. Pellet (Pellet merupakan produk yang terbuat dari campuran antara bran dan pollard. Produk ini digunakan sebagai pakan ternak. Produk ini melalui proses steaming dan dipress sehingga berbentuk silinder dengan diameter 6 mm dan panjang 1-1,5 cm).
5. Germ
Germ merupakan bagian lembaga tempat pembentukan tunas baru. Bagian ni banyak mengandung lemak sehingga harus dipisahkan dari tepung, karena dapat mempengaruhi kualitas tepung yang dihasilkan. Germ biasanya diekspor ke Jepang untuk dijadikan sebagai bahan pembuat kapsul dan kosmetik.

Bentuk Monopoli
Berdasarkan data Asosiasi Pengusaha Tepung Terigu Indonesia (Aptindo), struktur perusahaan importir penguasa tepung terigu nasional adalah Bogasari sebesar 57 persen. Eastern Peral (10,3 persen), Sriboga (5,5 persen), Pangan Mas (3,2 persen), Pundi Kencana (0,4 persen), perusahaan lain-lain (7,8 persen), dan pangsa pasar impor sebesar 15,5 persen.\
Di sisi lain, selama ini, profil industri pengguna tepung terigu terbesar di Indonesia adalah sektor usaha kecil dan menengah (UKM) sebanyak 30.263 unit dengan volume konsumsi sekitar 59,6 persen, diikuti industri rumah tangga (10.000 unit) dengan volume 4 persen, industri besar pengguna tepung terigu (200 unit) dengan volume 31,8 persen, dan rumah tangga dengan volume 4,6 persen.
Anggota Komisi VI DPR Hendrawan Supratikno, menyebutkan berdasarkan data Aptindo, penguasaan Bogasari bisa mencapai 75 persen jika dikonsolidasikan dengan perusahaan afiliasinya. Berdasarkan sinyalemen dari KPPU, kata Hendrawan, pasar terigu praktis dimonopoli karena pemain utama menguasai hampir 80 persen pangsa pasar.
Bogasari menguasai sekitar 60 persen pasar tepung terigu. Bahkan, penguasaannya mencapai 75 persen jika dikonsolidasikan dengan perusahaan afiliasinya. Ini menunjukkan pasar tepung terigu praktis dimonopoli karena pemain utama menguasai hampir 80 persen pangsa pasar.
Didik juga mengungkapkan KPPU menengarai pelaku dominan pasar terigu mengembangkan merek dagang yang dikhususkan untuk berhadapan dengan produk impor. Lalu, setelah produk impor bisa diatasi, Bogasari kembali membesarkan produknya dengan menjual harga sekitar 20-25 persen lebih tinggi.
Analisis Monopoli Bogasari
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, adanya restriksi investasi baru dalam industri tepung terigu telah memberikan monopoli kepada PT. Bogasari dalam industri ini. Dengan menciptakan monopoli dalam industri tepung terigu, maka pemerintah sebenarnya juga mendorong terciptanya monopoli dalam industri mie yang menyerap 45% komoditas tepung terigu. Dengan kebijakan yang sekarang ini berlaku, maka industri hilir yang menggunakan tepung terigu sebagai input pokoknya, tidak memiliki alternatif lain selain harus membeli tepung terigu dari satu sumber. PT. Indofood sebagai industri mie terbesar yang dimiliki oleh konglomerat yang juga mengontrol PT. Bogasari (produsen tepung terigu), memiliki keuntungan yang memungkinkan mereka bisa bisa mengalahkan kompetitornya karena tiga faktor. Pertama, penyediaan tepung terigu bagi PT. Indofood lebih terjamin dibandingkan dengan industri mie lainnya. Kedua, PT. Indofood dapat secara langsung mendapatkan tepung terigu tanpa melalui jalur distribusi yang berlaku. Ketiga, mereka juga mendapat kualitas tepung terigu yang lebih baik sehingga ongkos produksinya akan lebih rendah dibandingkan industri mie lainnya. Sebagaimana diketahui, 80% - 90% industri mie kini dikuasai oleh PT. Indofood melalui ekspansi dan pembelian industri mie yang ada. Sedangkan sisanya merupakan industri mie skala kecil yang produknya relatif murah. Persaingan bebas dan terbukanya pasar industri di satu sisi dan tertutupnya persaingan dan investasi pada industri tepung terigu di sisi lain memungkinkan PT. Indofood untuk menciptakan pasar yang monopolistik pada industri mie.
Sumber daya alam. Perbedaan sumber daya alam menyebabkan suatu produk hanya dikuasai oleh suatu daerah tertentu seperti timah dari pulau bangka.
Modal yang besar, berarti mendukung suatu perusahaan yang memiliki keadaan seperti yang disebutkan diatas. Penjual monopoli belum tentu mendapatkan keuntungan besar, tetapi monopoli mempunyai keterbatasan yang menyebabkan kerugian. Kerugian-kerugian yang disebabkan oleh pasar monopoli: Ketidak adilan, karena monopolis akan memperoleh keuntungan diatas keuntungan normal. Volume produksi ditentukan oleh monopolis Terjadi eksploitasi oleh monopolis terhadap konsumen dan pemilik faktor-faktor produksi. Pemerintah dapat mencegah kergian-kerugian yang disebakan pelaku monopoli dengan cara berikut: Mencegah munculnya monopoli dengan undang-undang. Pemerintah mendirikan perusahaan tandingan yang mampu menyaingi monopolis. Membuka impor untuk barang yang diproduksi oleh monopolis. Campur tangan pemerintah dalam menentukan harga.

Oleh :
Windu Ari Wibowo                   (0910480163)


DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2009. Ciri-ciri Pasar Monopoli. http://tutorialkuliah.blogspot.com/. Diakses 4 Mei 2011.
Anonymous. 2010. Struktur Pasar. http://indah11108009.wordpress.com/. Diakses 4 Mei 2011.
Anonymous. 2011. Bentuk Struktur Pasar Konsumen Persaingan Sempurna Monopolistik, Oligopoli, Monopoli. http://organisasi.org/. Diakses 4 Mei 2011.
Anonymous. 2011. Dominasi Tepung Terigu.http://www.antaranews.com/. Diakses 4 Mei 2011.
Anonymous. 2011._.http://www.ilmuku.com/file.php/1/Simulasi/mp_302/materi1.html.  Diakses 4 Mei 2011.
Anonymous.1995. Ekonomi Politik Industri Tepung Terigu. http://119.235.17.66/berita-detail.php?id=46375. Diakses 4 Mei 2011.
Bogasari Consumer Service. 2011.Seputar Tepung Terigu. http://www.bogasari.com/about/. Diakses 4 Mei 2011.
Ikhsanudin, A. 2010. Laporan Di PT.Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills Divisi Tanjung Priok, Jakarta Utara (Proses Produksi Tepung Terigu). Program Studi DIII Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret : Surakarta.
Koran Jakarta. 2011. _ .http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=45534. Diakses 4 Mei 2011.

Kebijakan Pemerintah Mengenai Pajak, Ekspor dan Quota

Umumnya negara berkembang lebih memilih kebijakan ekonomi terbuka, yaitu melakukan hubungan ekonomi dengan luar negeri. Kebijakan ini akan membuka akses pasar ekspor bagi produk-produk mereka, sekaligus membuka sumber pengadaan barang modal dan bahan baku industri dari negara-negara lain. Secara teoretis, jika pengelolaan baik dan transparan, kebijakan ekonomi terbuka dapat mempercepat pembangunan ekonomi. Kebijakan perdagangan internasional terdiri atas kebijakan promosi ekspor, kebijakan substitusi impor, dan kebijakan proteksi industri.
1.      Kebijakan Promosi Ekspor
Selain menghasilkan devisa, kebijakan promosi ekspor dapat melatih dan meningkatkan daya saing atau produktivitas para pelaku ekonomi. Umumnya, negara sedang berkembang mengekspor hasil-hasil sektor primer (pertanian dan pertambangan) atau hasil-hasil industri yang telah ditinggalkan negara-negara yang lebih dahulu maju. Thailand misalnya, sangat terkenal sebagai negara yang mampu menghasilkan devisa dari ekspor hasil pertanian. Sementara Indonesia, memperoleh devisa yang besar dari ekspor tekstil. Saar ini mereka tidlk lagi menambah perhatian pada sektor-sektor tersebut, melainkan berkonsentrasi pada industri yang padat ilmu pengetahuan, misalnya komputer dan peralatan komunikasi canggih atau peralatan militer modern. Hal ini dikarenakan nilai tambah dari penjualan produk-produk tersebut lebih tinggi dari yang dihasilkan industri tekstil.
2.      Kebijakan Substitusi Impor
Kebijakan substitusi impor adalah kebijakan untuk memproduksi barang-barang yang diimpor. Tujuan utamanya adalah penghematan devisa. Di Indonesia, pengembangan industri tekstil pada awalnya adalah substitusi impor. Jika tahap substitusi impor terlampaui, biasanya untuk tahap selanjutnya menempuh strategi promosi ekspor.
3.      Kebijakan Proteksi Industri
Kebijakan proteksi industri umumnya bersifat sementara, sebab tujuannya untuk melindungi industri yang baru berkembang, sampai mereka mampu bersaing. Jika industri tersebut sudah berkembang, maka perlindungan dicabut. Perlindungan yang diberikan biasanya adalah pengenaan tarif dan atau pemberian kuota untuk barang-barang produk negara lain yang boleh masuk ke pasar domestik

Ekspor dan impor tanaman perkebunan kapas
Kapas merupakan serat yang diperoleh dari biji tanaman kapas, yaitu sejenis tanaman perdu. Kapas banyak digunakan untuk pakaian karena sifatnya yang menyerap keringat sehingga nyaman dipakai dan stabilitas dimensi yang baik. Oleh karena itu, kapas berperan penting sebagai bahan baku dalam industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia.
Industri Tekstil dan Produk Tekstil (ITPT) adalah salah satu industri yang merupakan prioritas dalam RPJM Nasional (Peraturan Presiden No.7 Tahun 2005). Hal ini sangat beralasan karena industry ini telah berkembang secara terintegrasi sejak dari hulu (serat), intermediate (stapel dan filamen, tenun, dan rajut) sampai dengan produk akhir (garmen dan barang-barang tekstil). Beberapa tahun terakhir pertumbuhan ITPT melambat karena berbagai faktor internal dan eksternal, terutama disebabkan oleh munculnya negara- negara pesaing baru seperti Bangladesh, Vietnam, Srilanka, serta munculnya berbagai isu perdagangan global seperti isu HAM, lingkungan, dan social accountability, yang dapat berpengaruh terhadap.
Total investasi dan unit usaha pada industi TPT tahun 2005 cukup besar, yakni mencapai Rp132,38 triliun dengan 2.656 unit usaha. Investasi tersebut meliputi: (1) Industri serat buatan sebesar Rp11,93 triliun dengan 28 unit usaha, (2) industry pemintalan Rp25,04 triliun dengan 205 unit usaha, (3) industri kain lembaran Rp31,64 triliun dengan 1.044 unit usaha, (4) industri pakaian jadi Rp2,99 triliun dengan 856 unit usaha, serta (4) industry tekstil lainnya Rp60,83 triliun, dengan 524 unit usaha.
Penyerapan tenaga kerja ITPT pada tahun 2005 mulai dari industri serat, industri pemintalan, industri kain lembaran, industri pencelupan/pencapan/ penyempurnaan tekstil, dan industri pakaian jadi mencapai 1,18 juta orang (tidak termasuk 600.000 tenaga kerja pada industri kecil dan rumah tangga). Perkembangan ekspor industri TPT sangat nyata, terutama pada tahun 2004 dan 2005 yang berturut-turut mencapai pertumbuhan 10%.
Prospek pemanfaatan potensi pasar dalam negeri dapat digambarkan antara lain melalui konsumsi per kapita dan jumlah penduduk. Data menunjukkan bahwa konsumsi TPT dalam negeri per kapita setelah krisis tahun 1998 saat ini kembali membaik. Pada saat krisis konsumsi TPT dalam negeri hanya 1,57 kg/kapita, tetapi pada tahun 1999 meningkat dan mencapai 3,9 kg/kapita, sedangkan tahun 2005 diperkirakan mencapai 4,5 kg/ kapita. Sebagai perbandingan konsumsi dunia saat ini mencapai 8 kg/kapita, Malaysia bahkan konsumsi TPTnya mencapai 15 kg/kapita, tetapi India dan Pakistan masing-masing hanya 2,2 dan 3 kg/ kapita. Konsumsi TPT dunia secara total juga cenderung meningkat. Data statistik menunjukkan bahwa pada tahun 1995 konsumsi dunia tercatat sebanyak 41 juta ton, meningkat pada tahun 2000 sebanyak 47 juta ton, dan proyeksi tahun 2005 diperkirakan sebanyak 56 juta ton. Potensi pasar industri TPT dalam negeri yang berkaitan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 210 juta jiwa perlu diamankan. Tercatat pada tahun 2004 pasokan industri TPT untuk kebutuhan total konsumsi dalam negeri dan ekspor (US$7,64 miliar) mencapai nilai produksi sebesar Rp85,57 triliun. Selain itu adanya pembatasan masuknya TPT Cina ke USA, UE, dan negara-negara nontradisional (Amerika Latin dan Turki), dapat menjadi peluang bagi industri TPT kita dalam memanfaatkan pemenuhan kebutuhan pasar di negara-negara tersebut.
Permasalahan ITPT
Sekalipun prospek pertumbuhan ITPT cukup besar, tetapi terdapat 13 permasalahan yang perlu segera dibenahi untuk meningkatkan daya saing, yakni: a) perpajakan, b) ketenagakerjaan c) tingkat suku bunga, d) masalah lingkungan, e) belum berkembangnya industri penunjang, f) perda-perda yang kontraproduktif, g) energi, h) revaluasi aset, i) restrukturisasi permesinan, j) scraping policy, k) penyelundupan, l) perjanjian internasional di bidang perdagangan, dan m) biaya pelabuhan yang tinggi.
Beberapa upaya yang telah dilakukan untuk memecahkan permasalahan yang ada, yaitu: (1) Penghapusan PPN kapas dalam Paket Oktober 2005; (2) Revisi Keputusan Menhub tentang THC; (3) Revisi Undang-Undang Perburuhan; (4) Koordinasi dengan Menko Perekonomian tentang revaluasi aset dan scraping policy; (5) MOU Menperin dengan Meneg LH tentang Limbah B3; dan (6) Pemanfaatan batu bara dan solusi terhadap Dayamax plus PLN.
Kebutuhan bahan baku industri TPT berupa kapas alam diperoleh 95,5% melalui impor atau produksi kapas dalam negeri tidak lebih dari 25 ribu ton dari total kebutuhan kapas sebanyak 550.000 ton (Dr. Ir. Agus Hasanuddin Rachman, M.Sc. 2010). Negara eksportir kapas terbesar di dunia adalah Cina (25%), Amerika Serikat (21%), India dan Pakistan (total 19%), dan disusul Uzbekistan, Turki, Brazil, Australia (Makalah Kapas, 2007). Indonesia hanya menjadi negara net importir kapas, salah satu penyebabnya adalah terkendalanya pengembangan benih yang masih sangat terbatas. Berikut ini adalah perincian net ekspor industri kapas Indonesia dari tahun 2001 - 2009 :
Rata-rata ekspor industri kapas pada periode 2006 - 2009 mengalami penurunan dari periode 2001 - 2005 sebesar -9,54%. Dalam sepuluh tahun terakhir, hanya pada tahun 2005 saja Indonesia menjadi negara eksportir kapas. Industri TPT Indonesia sangat rentan dalam hal ketergantungan impor bahan baku kapas, jika negara eksportir tersebut menerapkan kebijakan penghapusan subsidi kapas, tentu saja kita akan terkena dampak negatifnya. Belum lagi pada awal bulan Januari 2011 terjadi kenaikan harga kapas yang dipicu oleh penurunan pasokan kapas dunia akibat Australia yang merupakan salah satu negara produsen kapas terbesar mengalami penurunan produksi karena curah hujan cukup tinggi.
Penurunan kinerja industri TPT disebabkan daya saingnya yang melemah, sedangkan penyebab lemahnya daya saing adalah ketergantungan bahan baku impor, alur tersebut berimplikasi pada sektor hilir termasuk pakaian jadi yang akan terkena dampaknya. Industri TPT di Indonesia hingga saat ini hanya mengandalkan sektor hilir yang banyak menyerap tenaga kerja saja, belum ada upaya lebih lanjut untuk mengoptimalkan sub sektor hulu.
Analisis data ekspor impor industri TPT dibagi menjadi dua periode yaitu pertama tahun 2001 - 2005 dan kedua tahun 2006 - 2009, dalam dua periode tersebut struktur ekspor belum terjadi perubahan yang signifikan dalam hal andalan komoditas ekspornya. Ekpsor industri TPT di Indonesia didominasi oleh sub sektor hilir (HS 61 dan HS 62), dan sub sektor hulu serat buatan (HS 54 dan HS 55). Satu hal yang menarik untuk dikaji lebih lanjut adalah HS 52 atau kapas, ketergantungan impor akan kapas sangat tinggi, akan tetapi selama dua periode ekspor kapas menempati urutan kelima sebagai komoditas ekspor utama dalam industri TPT Indonesia.
Sidang tahunan WTO Bulan Desember 2005 menetapkan, mulai tahun 2006 subsidi ekspor kapas negara maju dicabut secara bertahap. Pasca pencabutan subsidi ekspor kapas negara maju merupakan kondisi penting yang perlu mendapat perhatian yang saksama, terutama berkaitan dengan dampak dan peluang bagi pengembangan ITPT serta industri pendukungnya. Dampak pencabutan subsidi ekspor kapas tersebut dapat diperkirakan, antara lain:
1. Bertendensi terhadap pengurangan kuota ekspor kapas oleh negara maju.
2. Negara produsen kapas lebih mengutamakan pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
3. Konsumsi kapas akan berkurang, harga kapas meningkat dan biaya produksi industri menjadi tinggi. Indonesia merupakan negara penghasil produk TPT No. 13 terbesar di dunia, nomor lima di Asia dan terbesar di Asia Tenggara, yang juga membutuhkan dan menggunakan serat alam dan serat sintetis dengan volume yang sangat besar.
Dukungan serat alam terutama kapas yang bersumber dari dalam negeri sangat sedikit sekali, bahkan umumnya diimpor dari luar negeri. Volume impor kapas setiap tahunnya berkisar 450 760 ribu ton, atau lebih kurang 99,5% dari kebutuhan serat nasional yang bernilai lebih kurang US$650 juta. Impor kapas berasal dari beberapa negara antara lain Amerika Serikat, Australia, India, dan Cina. Kontribusi kapas dalam negeri untuk industri TPT hanya ± 0,54% dari total kebutuhan kapas dalam negeri. Tanaman kapas di Indonesia sulit berkembang, karena klimatologinya tidak mendukung, sehingga memerlukan perawatan yang rumit, akibatnya harga jual relatif tinggi dan bahkan lebih tinggi dari harga kapas impor. Namun demikian di beberapa daerah tertentu seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, NTB, dan beberapa daerah lainnya tanaman kapas dapat tumbuh dengan baik. Pencabutan subsidi kapas ekspor negara maju
pada tahun 2006, sangat memungkinkan harga kapas dalam negeri dapat bersaing. Oleh karenanya perlu mengintensifkan kembali tanaman kapas di daerah-daerah potensial tersebut. Untuk mendorong berkembangnya serat kapas dalam negeri perlu dukungan instansi/pihak terkait seperti Dep. Keuangan, Dep. Perdagangan, Kementerian Koperasi, Dep. Perindustrian dll.



Kebijakan pemerintah pajak impor kapas
Sehubungan dengan surat Nomor XXX tanggal 24 Februari 2005 hal Penangguhan PPN Kapas yang ditujukan kepada Menteri Keuangan, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1.      Dalam Surat tersebut disampaikan bahwa:
a.       Dalam 4 tahun terakhir, sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) adalah sektor utama penghasil devisa di sektor non migas dengan rata-rata nilai ekspor sebesar US$ 7,48 Milyar dan menyerap 1,18 juta tenaga kerja langsung.
b.      Permasalahan pengenaan PPN atas kapas sangat memberatkan industri TPT nasional selain itu pemberlakuannya masih bertentangan dengan peraturan mengenai impor barang strategis.
c.       Berdasarkan hal tersebut, diminta penangguhan pemberlakuan PPN kapas sehingga permasalahan ini dapat diselesaikan. Rekomendasi yang diberikan adalah:
1.      Kapas dimasukan sebagai barang strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
2.      Atas impor kapas dikenakan PPN dengan tarif 0%.
2.      Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, antara lain diatur bahwa:
a.       Pasal 4 huruf c, atas impor Barang Kena Pajak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
b.      Pasal 4A jo. Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang Dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, Kapas tidak termasuk sebagai jenis barang yang atas penyerahannya tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
c.       Pasal 16B jo. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2003, Kapas bukan merupakan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang atas impornya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
3.      Sesuai Pasal 14 huruf c Keputusan Menteri Keuangan nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 349/KMK.01/1999, atas impor barang dan/atau bahan untuk diolah oleh Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB) diberikan penangguhan Bea Masuk, pembebasan Cukai, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor.
4.      Sesuai Pasal 2 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 580/KMK.03/2003 tentang Tatalaksana Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Dan  Pengawasannya, terhadap barang dan/atau bahan asal imporuntuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain di Perusahaan dengan tujuan untuk diekspor dapat diberikan Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut.
a.       Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ditegaskan bahwa:
Kapas tidak termasuk sebagai barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai ataupun Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas impornya dibebaskan dari pengenaan PPN oleh karena itu atas setiap impor kapas terutang Pajak Pertambahan Nilai.
b.      Namun demikian, bagi pengusaha industri yang mempunyai orientasi ekspor dapat memanfaatkan skema fasilitas perpajakan yang ada yaitu fasilitas bagi Pengusaha Di Kawasan Berikat atau fasilitas berupa Kemudahan Impor untuk Tujuan Ekspor, dimana salah satu kemudahan tersebut adalah penangguhan Bea Masuk, pembebasan Cukai, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor atas impor barang/bahan (termasuk kapas) yang diolah lebih lanjut untuk tujuan ekspor.
By : Maulidatur R.N. (0910480244)

DAFTAR PUSTAKA

1.      Sejarah (historis) diberlakukannya kebijakan subsidi harga pupuk dan nilai APBN untuk subsidi pupuk.
a.       Sejarah diberlakukannya subsidi pupuk :
Kebijakan subsidi pupuk dibuat oleh Menteri Pertanian periode 2000 – 2004. Alasannya, pada saat itu Indonesia mengalami krisis ekonomi dan moneter, serta krisis pangan. Saat itu Indonesia mengimpor beras sekitar 5 juta ton dan menginginkan impor berkurang bahkan swasembada. Satu-satunya jalan agar tidak impor beras produksi dalam negeri harus meningkat. Jika produksi dalam negeri ingin ditingkatkan, maka petani harus bergairah dalam berproduksi. Petani akan bergairah jika mendapatkan keuntungan.
Di sisi lain, pada saat itu Indonesia menandatangani Letter of Intent (LoI) dengan IMF yang salah satu poinnya adalah menghilangkan semua hambatan impor. Selain itu, di pasar dunia terjadi excess supply pangan yang mengakibatkan harga pangan dunia rendah sekali sehingga mengimpor sangat menguntungkan bagi Indonesia.
Indonesia meyakinkan IMF, bila tidak menerapkan kebijakan proteksi melalui tarif masuk, maka ketahanan pangan Indonesia akan bermasalah dalam jangka panjang bila mengimpor selama terus menerus , sedangkan dalam jangka pendek tidak menjadi masalah. Seperti yang diketahui harga beras internasional yang rendah disebabkan banyaknya subsidi yang diberikan oleh negara produsennya, sedangkan Indonesia dilarang mensubsidi dan membuat tarif masuk. Dan IMF pun dapat Indonesia yakinkan.
Ternyata tarif impor saja tidak cukup karena harga dalam negeri sudah tinggi. Indonesia juga menerapkan harga pembelian pemerintah (HPP). HPP berdasarkan harga internasional yang rendah ditambah tarif masuk sehingga HPP relatif sama dengan harga beras dalam negeri yang tinggi. Dengan ditetapkan HPP itu pun ternyata petani juga belum cukup bergairah. Sehingga Indonesia memutuskan untuk memberikan subsidi pupuk agar mengurangi biaya produksinya. Biaya produksinya dikurangi dan harga panen dinaikkan melalui HPP sehingga margin petani menjadi lebih besar. Itulah sejarahnya Indonesia membuat subsidi pupuk. 
Mulanya hanya subsidi untuk urea, TSP, dan ZA, tapi akhirnya juga dimasukkan pupuk majemuk. Dengan cara subsidi ini petani akan membayar harga pupuk lebih rendah daripada harga internasional. Jadi pabrik pupuk tidak dirugikan tetapi petani memperoleh keuntungan. Pada saat itu subsidi pupuk tidak besar, hanya sekitar Rp 2 triliun, umumnya hanya untuk padi, tebu, dan jagung. Dengan kebijakan ini, produksi beras naik sehingga pada 2004 Indonesia tidak perlu mengimpor beras lagi. Kecuali beras bantuan internasional yang sudah direncanakan jauh sebelumnya dan jumlahnya pun sangat kecil.
Indonesia membuat kebijakan proteksi dengan tarif masuk sekaligus promosi melalui subsidi pupuk untuk menjawab keadaan krisis ekonomi dan moneter saat itu. Sehingga Indonesia berhasil meningkatkan produksi, bahkan pada 2004 Indonesia sudah berani melarang impor. Jadi mulai 2004 itu keadaan sudah mulai membaik, seharusnya subsidi sudah dapat dikurangi tapi nyatanya sampai sekarang subsidi masih terus berlangsung. (Tabloid Agribisnis Dwi Mingguan AGRINA, 26 April 2010)

b.      Nilai APBN untuk subsidi pupuk,
Kementerian Pertanian pada tahun 2011 mengalokasikan anggaran untuk subsidi pupuk sebesar Rp 16,38 triliun untuk volume pupuk sebanyak 11,28 juta ton. Menteri Pertanian, Suswono, di Jakarta, Rabu (29/12), menyatakan, kebijakan subsidi pupuk tersebut masih diperlukan untuk mendukung pencapaian produksi pertanian tahun depan. Menyinggung besaran subsidi pupuk 2011 dibandingkan tahun ini , menurut Mentan terjadi penurunan yang mana pada 2010 dialokasikan anggaran sebesar Rp18,41 triliun.
Mengenai penurunan anggaran subsidi pupuk pada 2011, Sekjen Deptan Hari Priyono menyatakan, hal itu disesuaikan dengan tingkat penyerapan pupuk di tingkat petani yang semakin rendah. Menurut dia, petani semakin menyadari bahwa penggunaan pupuk kimia yang berlebihan akan merusak tanah dan berdampak terhadap penurunan produtivitas tanaman. Selain subsidi pupuk, pada tahun depan, Kementerian Pertanian juga masih mengalokasikan anggaran untuk subsidi benih sebesar Rp1,85 triliun turun dari 2010 yang mencapai Rp2,26 triliun. ( Media Indonesia MI, 30 Desember 2010).
Tata cara penyediaan anggaran, penghitungan, pembayaran dan pertanggung jawaban subsidi pupuk, ditetapkan pemerintah dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 120/PMK.02/2010, yang dikeluarkan 14 Juni lalu. Dijelaskan dalam PMK itu, pemberian subsidi dilaksanakan melalui Produsen Pupuk. Sementara jenis pupuk yang diberikan subsidi ditetapkan oleh Menteri Pertanian sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Dana untuk keperluan subsidi pupuk dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran menetapkan Direktur Jenderal Tanaman Pangan-Kementerian Pertanian selaku Kuasa Penggunaan Anggaran (KPA) dalam hal pelaksanaan subsidi pupuk.
Dalam pelaksanaanya Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian selaku KPA menyusun konsep Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan menyampaikan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan-Kementerian Keuangan guna memperoleh pengesahan. Untuk pembayaran subsidi pupuk dimaksud, Direksi Produsen Pupuk mengajukan tagihan pembayaran subsidi pupuk kepada Direktur Jenderal Tanaman Pangan-Kementerian Pertanian. Tagihan tersebut wajib disertai dan dilengkapi dengan data/dokumen pendukung, termasuk Surat Pernyataan Tanggungjawab Mutlak yang menyatakan bahwa Produsen Pupuk Bertanggung jawab secara formal dan material.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan-Kementerian Pertanian selaku KPA bertanggung jawab sepenuhnya atas penyaluran dana subsidi pupuk kepada Produsen Pupuk.  Selain itu, KPA juga menyelenggarakan akuntansi dan pelaporan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam rangka pelaksanaan subsidi pupuk, Kementerian Keuangan dan Kementerian Pertanian dapat membentuk tim untuk melakukan monitoring dan evaluasi sesuai dengan kewenangannya. (Mindcommunication Strategy, 30 Juni 2010)


2.      Mekanisme implementasi kebijakan harga dasar dan harga tertinggi, serta kendala yang dihadapi.
Masih besarnya pangsa pengeluaran pangan sebagian besar masyarakat berarti bobot inflasi kelompok pangan terhadap inflasi semakin besar. Apalagi karakter produk pangan dengan nilai elastisitas permintaan dan penawaran yang rendah menyebabkan besarnya fluktuasi harga pangan. Inflasi dan fluktuasinya dapat mempengaruhi pasar uang kemudian akan mempengaruhi stabilitas ekonomi makro. Faktor moneter yang menyebabkan inflasi adalah :
(1) Peningkatan penawaran uang melebihi peningkatan permintaan uang, yang disebabkan oleh defisit pemerintah, pengembangan kredit oleh sistem perbankan, dan surplus neraca pembayaran yang disebabkan oil booming dan bantuan asing.
(2) Faktor yang disebabkan oleh cost push inflation adalah meningkatnya harga-harga komoditas utama di pasar domestic seperti bahan bakar minyak, beras, dll.
Fenomena produk pangan di atas menuntut peran pemerintah agar produsen dan konsumen domestik dapat dilindungi. Peran tersebut diharapkan mampu mempercepat tercapainya tujuan pembangunan nasional. Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, diperlukan tujuan antara, dalam konteks ini adalah stabilitas harga pangan yang dapat dilakukan melalui kebijakan harga pangan. Salah satu tujuan kebijakan harga pangan adalah menstabilkan harga pangan agar mengurangi ketidakpastian petani dan menjamin harga pangan yang stabil bagi konsumen dan stabilitas harga di tingkat makro.
Kebijakan Harga Pangan
Salah satu tujuan kebijakan harga pertanian adalah menstabilkan harga pertanian agar mengurangi ketidakpastian usahatani, serta menjamin harga pangan yang stabil bagi konsumen dan stabilitas harga di tingkat makro. Selanjutnya dikatakan, kebijakan harga pertanian dapat dilakukan melalui berbagai instrumen, yaitu kebijakan perdagangan, kebijakan nilai tukar, pajak dan subsidi, serta intervensi langsung. Secara tidak langsung stabilisasi harga dapat juga dilakukan melalui kebijakan pemasaran output dan kebijakan input. Kebijakan input antara lain berupa subsidi harga sarana produksi yang diberlakukan pemerintah terhadap pupuk, benih, pestisida, dan kredit.
Berdasarkan penyebabnya, kebijakan stabilisasi harga atau stabilisasi harga dapat dilakukan dengan melakukan kebijakan harga pangan, yaitu kebijakan harga dasar (floor price) dan kebijakan harga tertinggi (ceiling price). Kebijakan ini menyebabkan ketidakseimbangan pasar sehingga diperlukan kebijakan pendukung, yaitu melakukan stok atau ekspor saat kebijakan harga dasar ditetapkan dan melakukan operasi pasar saat kebijakan harga atap ditetapkan .
Dari berbagai bentuk kebijakan yang ada, konsep kebijakann harga yang digunakan dalam penelitian ini adalah kebijakan harga input-ouput yang terdiri dari subsidi harga input, subsidi kredit pengadaan input, subsidi pengadaan pangan, dan subsidi kredit pengadaan pangan. Ukuran yang digunakan adalah jumlah dana (milyar rupiah) yang digunakan pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut.
Beberapa instrument kebijakan pangan dalam rangka melindungi petani produsen yang umum dilakukan pemerintah adalah melalui:
1.      Penetapan harga tertinggi dan harga terendah dan atau harga pembelian pemerintah.
2.      Penetapan waktu dan atau volume impor.
3.      Pengaturan volume stok (cadangan) pangan peerintah dan pelepasan stok ke pasar.
4.      Penetapan larangan impor.
Dari uraian di atas, terlihat bahwa aspek harga dan kaitannya dengan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani merupakan salah satu elemen penting dalam ekonomi pangan. Terkait dengan hal tersebut maka analisis harga pangan menjadi hal penting guna perumusan kebijakan stabilitas harga dan peningkatan produksi pangan serta membuat peramalan harga pangan ke depan.
Kendala Yang Dihadapi Pemerintah
Dengan mengetahui penyebab inflasi, dapat dijadikan dasar untuk mengendalikan inflasi dalam bentuk target inflasi untuk menjaga stabilitas ekonomi. Negara yang melakukan target inflasi, rata-rata tingkat inflasi dan keragamannya telah menurun secara substansial dan pertumbuhan outputnya menjadi lebih tinggi dengan keragaman inflasi dan output yang lebih rendah. Kondisi perekonomian seperti ini lebih baik dari kondisi sebaliknya.
Di Indonesia kebijakan target inflasi diawali tahun 1999 dan hasil analisis CSIS (berbagai terbitan), menunjukkan target inflasi Bank Indonesia untuk tahun 2000 - 2002 tidak dapat tercapai. Kegagalan tersebut disebabkan oleh meningkatnya permintaan uang, kondisi politik yang tidak pasti, dan adanya musim kemarau yang menyebabkan naiknya harga bahan makanan.
Di Negara maju, harga bahan makanan dan situasi politik, sudah tidak signifikan mempengaruhi target inflasi, kecuali faktor-faktor moneter. Pada periode 1970-1979 sumbangan bahan makanan dalam inflasi mencapai 57,47 persen dan menurun menjadi 31.17 persen pada periode tahun 1990-1998. Hal ini mengindikasikan pembangunan pertanian dan kebijakan pendukungnya berhasil meredam peningkatan harga bahan pangan sehingga tidak lagi menjadi sumber penyebab utama inflasi seperti pada periode 1960 - 1970. Namun karena kuatnya hubungan harga beras terhadap komoditas lain, maka stabilisasi harga beras tetap menjadi bagian strategis dari stabilisasi ekonomi.
Ketatnya pengaturan harga pangan di Indonesia menyebabkan berkurangnya ketidakstabilan ekonomi makro. Hal yang sama terjadi di beberapa negara, menunjukkan skim stabilitas harga komoditas dapat mengurangi instabilitas ekonomi makro, tetapi pada beberapa hasil penelitian ada yang menciptakan sedikit fluktuasi, khususnya pada balance of payment dan stabilitas moneter. Hal itu disebabkan kebijakan stabilitas harga tidak memberikan kontribusi yang baik terhadap manajemen ekonomi makro.
Laju inflasi dipengaruhi oleh harga riil beras eceran. Peningkatan harga dasar gabah lebih menguntungkan petani padi, konsumen beras tetap diuntungkan (ketahanan pangan meningkat), dan stabilitas ekonomi makro terjaga (pertumbuhan ekonomi meningkat, pengangguran berkurang dan inflasi mengalami penurunan), serta partai politik dan pemerintah diuntungkan karena faktor politik (ketahanan nasional) mengalami penguatan, sedangkan peningkatan subsidi pupuk berdampak positif meningkatkan penggunaan pupuk, produktivitas padi, produksi dan penawaran beras, pendapatan usahatani dan konsumsi beras, serta berdampak positif terhadap stabilitas ekonomi makro dan stabilitas politik
By : Sevi Nanda Sita A (0910480152)

DAFTAR PUSTAKA